Awas, Kadas Bisa Meninggalkan Bekas

Jamur penyebab kadas adalah jenis jamur yang dikenal dengan nama Dermatofita (1). Infeksi Dermatofita ini cukup meresahkan dan mengganggu penampilan karena sensasi gatal dan kering yang dirasakan. Apalagi jika kamu memiliki kadas di wajah. Selain itu, kadas juga terkadang bisa meninggalkan bekas di kulitmu.

Penyebab Munculnya Bekas pada Kadas

  1. Awalnya hanya menyerang bagian luar: Kadas jarang menginfeksi daerah yang lebih dalam. Namun, kondisi ini dapat terjadi bila terjadi infeksi sekunder akibat garukan atau abrasi pada kulit (2,3). Kondisi ini menyebabkan terjadinya infeksi jamur pada kulit dalam.
  2. Infeksi kulit bagian dalam: Infeksi jamur pada kulit bagian dalam dapat menyebabkan timbulnya bekas ruam berwarna gelap, disebut hiperpigmentasi pasca peradangan (2).
  3. Hiperpigmentasi: Hiperpigmentasi pasca peradangan ini umum terjadi pada kulit yang berwarna sawo matang atau lebih gelap dan disebabkan oleh gangguan keseimbangan pigmen kulit dan deposisi hemosiderin (2,4). Hiperpigmentasi ini akan muncul di tempat di mana sebelumnya terdapat ruam.

Bagian Tubuh yang Diserang oleh Kadas

Tahukah kamu, kalau kadas di kepala dan wajah itu bisa terjadi? Yup, kadas dapat terjadi pada berbagai area tubuh, seperti kepala (tinea capitis), wajah (tinea faciei), tangan (tinea manuum), lipat paha (tinea cruris), dan kaki (tinea pedis) (1). Karena membutuhkan keratin untuk pertumbuhannya, kadas umumnya hanya terjadi pada permukaan kulit seperti bagian rambut, kulit, dan kuku (5).

Gejala Kadas di Wajah dan Bagian Tubuh Lainnya

Gejala yang dialami saat mengalami kadas antara lain gatal disertai bercak kemerahan pada area yang mengalami infeksi, seperti badan atau lipat paha:

  • Ruam akan tampak sebagai plak kemerahan berbentuk lingkaran dengan tepi yang mengalami peninggian dan dapat disertai bagian tengah ruam seperti kulit yang sehat, ditutupi dengan sisik tipis di permukaannya (6).
  • Bentuk ruam ini menyerupai cincin sehingga sering disebut sebagai ringworm (7). Ruam ini dapat menjadi lebih dalam dan mengalami infeksi sekunder akibat radang dan gatal (6).

Cara Menghilangkan Kadas

  1. Pemberian obat antijamur: Obat antijamur oles yang mengandung bahan Bifonazole 1% dapat diberikan pada ruam kadas sebanyak 1 kali sehari selama 2 minggu karena cepat kerjanya, efektif atasi gatal karena kadas sehingga kamu bebas gatal seharian (3). Bifonazol 1% efektif digunakan terutama pada kadas yang terjadi di kuku kaki (tinea unguium) (1). Agar kadas tidak kambuh kembali, pengobatan harus rutin minimal selama 2 minggu dan tidak boleh dihentikan terlalu dini sebelum ruam sembuh sepenuhnya (3).
  2. Mengubah gaya hidup: Faktor risiko terjadinya kadas antara lain karena mudah berkeringat, ditambah baju yang terlalu ketat dan bahan yang tidak menyerap keringat (6). Oleh karena itu, pemberian salep antijamur harus disertai dengan perbaikan gaya hidup seperti menggunakan pakaian longgar yang berbahan katun, tidak bertukar pakaian, handuk, dan seprai dengan orang lain.
  3. Meningkatkan kebersihan: Disarankan untuk segera mencuci kain yang mengalami kontak langsung dengan kulit menggunakan air mendidih, menjemur serta menyetrika pakaian dan seprai, serta menggunakan deodorant atau bedak mengurangi keringat, dan sering mengganti pakaian (1).

Nah, itu tadi cara menghilangkan kadas di wajah, kepala dan berbagai area tubuh lainnya. Sayangi badanmu dan segera hilangkan atau obati kadas dengan mengoleskan salep antijamur yang mengandung Bifonazol 1% karena cepat kerjanya, efektif kelarin jamur Like a Pro sehingga kamu bebas gatal seharian. Penerapannya pun juga praktis dan mudah, karena kamu hanya perlu mengaplikasikan salep tersebut ke bagian yang terinfeksi hanya 1 kali sehari selama minimal 2 minggu, sehingga cocok untuk orang-orang yang memiliki aktivitas padat setiap harinya. Tetap semangat dan semoga cepat sembuh!

CH-20230316-09

Artikel ini ditulis oleh:
dr. Ruth Katrin Goldina

Artikel ini ditinjau oleh:
Tim Konsultan Medis Medical Advisor Bayer Consumer Health Indonesia

Referensi:

  1. Jartarkar, S. R. et al. (2022) ‘Pathogenesis, Immunology and Management of Dermatophytosis’, Journal of Fungi, 8(1), pp. 1–15. doi: 10.3390/jof8010039.

  2. Jo, J. W. et al. (2016) ‘Post-Inflammatory Hyperpigmentation after Treatment of Deep Fungal Infection’, Korean Dermatological Association Program Book (formerly Abstract Collection), 68(1), pp. 404–405. Available at: https://papersearch.net/thesis/article.asp?key=3427461.

  3. Leung, A. K. C. et al. (2020) ‘Tinea corporis: An updated review’, Drugs in Context, 9, pp. 1–12. doi: 10.7573/dic.2020-5-6.

  4. Silpa-archa, N. et al. (2017) ‘Postinflammatory hyperpigmentation: A comprehensive overview: Epidemiology, pathogenesis, clinical presentation, and noninvasive assessment technique’, Journal of the American Academy of Dermatology, 77(4), pp. 591–605. doi: 10.1016/j.jaad.2017.01.035.

  5. Dowd, F. J. (2007) ‘Dermatophyte infections’, xPharm: The Comprehensive Pharmacology Reference, pp. 1–4. doi: 10.1016/B978-008055232-3.60907-9.

  6. Pippin, M. M., Madden, M. L. and Das, M. (2022) Tinea Cruris, StatPearls. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554602/.

  7. Yee, G. and Al Aboud, A. M. (2022) Tinea Corporis, StatPearls. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544360/.